Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

PIALA MAYA 10 - NOMINASI FILM CERITA, ANIMASI, DOKUMENTER PENDEK

Setelah cuma menjadi komite pemilih di dua gelaran Piala Maya terakhir (dikatakan "cuma" karena tugas saya memang sebatas memilih pemenang dari nominasi yang ada), tahun ini saya diberi tanggung jawab mengkurasi judul-judul yang mendaftar di medium film pendek. Total ada 144 film, yang kemudian dibagi ke dalam tiga kategori. Dokumenter dan animasi pendek masing-masing ada lima nominasi, sedangkan

REVIEW - FLEE

Medium animasi berfungsi meniadakan kemustahilan yang membatasi live action. Itulah kenapa animasi identik dengan cerita fantastis dan tuturan over-the-top. Tapi Flee sebaliknya. Kemustahilannya bukan terkait hal-hal berskala besar, melainkan ruang intim individu. Visualisasi memori dan isi hati adalah tujuannya. Flee tidak menengadah ke luar, namun menilik jauh ke dalam.Animasi pun membantu sang

REVIEW - SPENCER

"A fable from a true tragedy" adalah bagaimana Spencer mencap dirinya. Bukan biopic, melainkan drama sejarah spekulatif tentang Diana Frances Spencer alias Puteri Diana. Tragedi yang dimaksud pun bukan kematian Diana. Jauh sebelum ia kehilangan nyawa, tapi saat itu, jiwanya yang pelan-pelan mati, di tengah kemegahan yang mengubur kemanusiaan.Latarnya tahun 1991, di mana keluarga kerajaan Inggris

REVIEW - THE WORST PERSON IN THE WORLD

"Kalau besar cita-citanya mau jadi apa?" merupakan salah satu pertanyaan yang paling sering kita dapat sejak kecil. Konon agar kita paham ke mana mesti melangkah. Tapi bahkan setelah memantapkan pilihan kemudian menyusun rencana, apakah kita benar-benar selalu tahu yang kita mau? Apakah keinginan bersifat absolut, atau relatif, senantiasa bergeser seiring perubahan fase kehidupan, pengalaman,

REVIEW - TEXAS CHAINSAW MASSACRE

Leatherface (Mark Burnham) mematahkan tangan seorang polisi hingga tulangnya menyembul, lalu memakainya untuk menusuk leher si korban. Itulah pembunuhan pertama Leatherface di sini, dan saya langsung yakin bahwa film yang disutradarai David Blue Garcia ini bakal mengembalikan slasher ke akarnya, tanpa direcoki upaya tampil cerdas layaknya judul-judul modern beberapa tahun terakhir.Walau merupakan

REVIEW - PELANGI TANPA WARNA

Di kancah perfilman internasional, Still Alice (2014) memakai alzheimer untuk mengeksplorasi soal jati diri, sedangkan The Father (2020) memberi bukti bahwa ada cara bercerita segar guna mengemas tema tersebut. Pada medium yang lebih "ramah" pagi penonton awam, Kdrama yang identik dengan disease porn (terutama kanker dan alzheimer) pun secara aktif mempercantik eksekusinya. Tengok Navillera (2021

REVIEW - UNCHARTED

Keputusan menunjuk Tom Holland memerankan Nathan Drake versi muda, yang menjadikan Uncharted berstatus prekuel gimnya, tentu didasari star power sang aktor. Begitu melihat hasil akhirnya, rasanya pengalaman Holland melakoni adegan aksi di udara sebagai Spider-Man turut berperan. Ada dua set piece udara di sini. Keduanya digarap sangat baik, sampai terkesan bahwa adaptasi layar lebarnya eksis,

REVIEW - PETITE MAMAN

"You did not invent my sadness". "Secrets aren't always things we try to hide. There's just no one to tell them to". Kalimat-kalimat itu terdengar indah dan bijaksana. Sehingga, apabila di dunia nyata ada bocah delapan tahun mengucapkannya, pasti langsung viral di media sosial. Saya pun mempertanyakan perspektif yang Céline Sciamma (Tomboy, Portrait of a Lady on Fire) pakai untuk mengemas film

REVIEW - LOVE AND LEASHES

Humor seksual tidak harus jorok (in a pervert way) dan ofensif. Begitu pun cerita soal BDSM. Hal kinky memang seksi, tapi ada sisi playful yang kerap disalahartikan sebagai kemesuman belaka. Love and Leashes, selaku adaptasi webtoon Moral Sense buatan Gyeowool, menunjukkan itu. Di bawah arahan sutradara wanita, Park Hyun-jin, yang turut menulis naskah bersama Lee Da-hye (juga wanita), tersaji

REVIEW - MARRY ME

Mempertemukan dua manusia dewasa berparas rupawan, tampil ringan tanpa selipan isu, mengangkat situasi dengan tingkat kemustahilan tinggi. Marry Me jadi pengobat rindu ke era kejayaan komedi romantis. Sebuah genre yang seolah punah memasuki pertengahan 2010-an. Mungkin lebih tepat disebut "formula klasiknya" yang punah.Ada masanya komedi romantis bukan dijadikan luapan keresahan individu

REVIEW - DEATH ON THE NILE

Death on the Nile membawa Kenneth Branagh kembali memerankan detektif ciptaan Agatha Christie, Hercule Poirot, setelah Murder on the Orient Express lima tahun lalu. Dia pun masih duduk di kursi sutradara. Tercipta paralel menarik, saat sebagai sutradara, Branagh juga terasa bak detektif dengan kejelian mengobservasi. Sedangkan penonton diposisikan layaknya murid, yang diarahkan mesti melihat ke

REVIEW - THE TINDER SWINDLER

Dari Dirty Rotten Scoundrels (1988) hingga Focus (2015), saya selalu suka film soal para penipu. Deretan trik over-the-top jadi alasannya. Ya, over-the-top. Segala tipu daya dengan taktik rumitnya amat sulit, bahkan bisa dibilang mustahil dilakukan di dunia nyata. Catch Me If You Can (2002) memang didasari autobiografi, namun kebenarannya dipertanyakan, dan Frank Abagnale sendiri mengaku telah

REVIEW - MOONFALL

Banyak yang menyebut bahwa karya terbaru Roland Emmerich ini terlalu bodoh, terutama akibat sebuah twist di pertengahan film. Saya menaruh anggapan berbeda. Tengok judulnya. Moonfall. Bukan asteroid yang jatuh menghantam Bumi, melainkan bulan. Kebodohan berlebih bukanlah sebab filmnya buruk. Justru sebaliknya, Emmerich seolah malu-malu mengakui kebodohannya, sehingga Moonfall jadi tontonan dengan

REVIEW - ARINI BY LOVE.INC

Arini by Love.inc dibuat untuk membuat penonton makin mengenali Arini (Della Dartyan). Siapa dia sebenarnya? Bagaimana latar belakangnya? Seperti apa dinamika psikologisnya? Idealnya, pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, jika film ini bertujuan "melengkapi" sosok Arini. Lucunya, Arini di dua film Love for Sale yang diselimuti kabut misteri, justru lebih kompleks, lebih manusiawi, juga lebih matang

REVIEW - THE FRENCH DISPATCH

Jurnalistik adalah cabang ilmu luar biasa. Selain mewartakan, ia pun bercerita. Cerita itu bisa menyentuh, menggelitik, menegangkan, atau bahkan kombinasi semuanya. Artinya, jurnalistik yang baik selalu memiliki rasa. Sebab apa pun bentuknya, bagaimanapun gayanya, di balik tulisan itu ada sesosok manusia.Didasari kecintaan pada majalah The New Yorker, Wes Anderson membuat The French Dispatch

REVIEW - THE LAST DUEL

The Last Duel diangkat dari buku non-fiksi The Last Duel: A True Story of Trial by Combat in Medieval France karya Eric Jager. Latarnya tahun 1386, tapi ini bukan pengingat mengenai masa lampau, melainkan tamparan, bahwa dibanding enam abad lalu, cara masyarakat menyikapi kasus pemerkosaan, termasuk pendefinisian terhadapnya, belum mengalami perkembangan signifikan. Sebelum menyelami isunya, satu