Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2022

REVIEW - MADU MURNI

Madu Murni mengingatkan ke pola banyak naskah teater dari era 70-an hingga 80-an, yang sampai sekarang masih dijadikan bahan belajar para mahasiswa pelakon drama panggung. Kenakalan (baik dalam caranya membicarakan isu sosial maupun elemen seksualitas), monolog yang menyelipkan sentilan tajam, permainan simbol, karakter dengan ciri khas unik cenderung aneh, hingga sempilan keabsurdan. Bukan

REVIEW - MINIONS: THE RISE OF GRU

Di lingkup film animasi anak sekarang, tidak ada brand yang lebih kuat dibanding Minions. Jangkauannya luas. Kalangan ekonomi atas hingga bawah, anak laki-laki maupun perempuan, semua kenal gerombolan makhluk kuning ini. Buktinya? Di lapak penjual balon yang meramaikan salat Id, bukan Buzz Lightyear yang bakal anda temukan, tapi Minions. Lain cerita bila membicarakan kualitas filmnya. Despicable

REVIEW - ELVIS

Saya menonton Elvis di hari ketiga penayangan. Jumlah layar sudah jauh terpangkas karena minimnya penonton, dan bioskop terdekat tinggal menyisakan jam pemutaran paling malam (21:10). Termasuk saya, total hanya ada tiga orang dalam studio. Lalu masuk seorang wanita lanjut usia. Beliau dipapah oleh dua kerabatnya, duduk di baris teratas, hingga film berdurasi 159 menit ini usai. Itulah bukti nyata

REVIEW - EVERYTHING EVERYWHERE ALL AT ONCE

Jika Swiss Army Man (2016) ibarat "film shitpost", maka Everything Everywhere All at Once adalah "film shitpost dengan hati" buatan duo Daniels (Daniel Kwan dan Daniel Scheinert) selaku sutradara. Karya yang bak lahir dari imajinasi tanpa batas seorang bocah, sekaligus sensitivitas jiwa orang dewasa. Everything Everywhere All at Once cuma bisa dirasakan, pula mustahil dijabarkan. Apalagi jika

REVIEW - MY SASSY GIRL

(Tulisan ini mengandung SPOILER)Jika ditengok sekarang, beberapa nilai milik My Sassy Girl (2001) mungkin sudah usang (kewajaran bagi sebuah "product of its time"), pun alurnya tampak klise. Tapi patut diingat, keklisean itu muncul karena dampak luar biasa yang filmnya bawa. Rilis di tahun-tahun awal kebangkitan sinema Korea Selatan, 4,8 juta penonton berhasil dikumpulkan, menjadikannya film

REVIEW - THE BLACK PHONE

(Tulisan ini mengandung SPOILER)Di semesta lain, Scott Derrickson berujung menyelesaikan Doctor Strange in the Multiverse of Madness, sementara naskah The Black Phone, yang ia dan C. Robert Cargill adaptasi dari cerita pendek berjudul sama karya Joe Hill, bakal ia garap selepas tugasnya di Marvel tuntas, atau diserahkan pada sutradara lain sebagaimana rencana awal. Untunglah kita berada di

REVIEW - EUROPA

Europa yang jadi perwakilan Irak di Academy Awards 2022 mengandung cerita dengan urgensi tinggi. Soal imigran. Soal xenofobia. Haider Rashid selaku sutradara sekaligus penyuplai cerita (dikonversi ke dalam naskah oleh Sonia Giannetto) ingin menggambarkan situasi seorang imigran di tengah pelariannya. Tapi apakah pilihan formatnya menyimpan urgensi serupa?Haruskah Europa dipresentasikan sebagai

REVIEW - AFTER YANG

Diadaptasi dari cerita pendek Saying Goodbye to Yang karya Alexander Weinsten, After Yang bisa saja bergabung dalam barisan fiksi ilmiah klise tentang artificial intelligence yang punya sisi kemanusiaan. Tapi di tangan Kogonada selaku sutradara sekaligus penulis naskah, kisahnya dibawa ke perenungan lebih mendalam. Demi memperkenalkan puteri angkat mereka, Mika (Malea Emma Tjandrawidjaja), pada

REVIEW - KELUARGA CEMARA 2

Ada perbedaan antara "film anak" dan "film dengan protagonis anak". Jenis pertama berbentuk hiburan ringan, sedangkan yang kedua punya jangkauan lebih luas, dari crowd-pleaser untuk semua kalangan hingga arthouse. Di bawah pengarahan Ismail Basbeth, Keluarga Cemara 2 ingin menyeimbangkan sisi mainstream dan alternatif (hal yang nampak dalam filmografi sang sutradara), namun justru melahirkan

REVIEW - NAGA NAGA NAGA

Terakhir kali Deddy Mizwar terlibat di pengonsepan cerita (secara resmi) adalah 15 tahun lalu lewat Nagabonar Jadi 2 yang turut disutradarainya. Di situ ia mendapat kredit "story by". Merupakan kewajaran saat sang aktor senior kembali menduduki dua posisi tersebut di Naga Naga Naga, selaku judul ketiga dari seri Naga Bonar. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada sosok penting industri perfilman,

REVIEW - BROKER

"Thank you for being born". Melalui kalimat sederhana yang entah sudah berapa kali kita dengar itu, Hirokazu Kore-eda dengan perspektif humanis khasnya, mengurai segala kepelikan dalam Broker. Baik yang nampak dari luar maupun dalam batin karakternya. Karena bagi Kore-eda, sepelik apa pun permasalahannya, hal terpenting dan paling mendasar bagi manusia bukanlah materi, melainkan keyakinan bahwa

REVIEW - KINGMAKER

Terinspirasi dari hubungan Presiden Korea Selatan kedelapan, Kim Dae-jung, dengan Uhm Chang-rok selaku konsultan politiknya, Kingmaker jadi bukti kalau drama politik dapat dikemas ringan nan menghibur, tanpa kehilangan bobot penceritaannya. Mudah mengkritisi kotornya panggung politik yang dikenal menghalalkan segala cara. "The end justifies the means" sering dilontarkan sebagai pembenaran atas

REVIEW - CHIP 'N DALE: RESCUE RANGERS

Saya terlalu menganggap remeh film ini, sehingga baru menontonnya hampir sebulan pasca perilisan. Mengira hanya bakal jadi satu lagi hibrida live-action/animasi untuk anak (not a bad thing, but also not my cuppa tea), Chip 'n Dale: Rescue Rangers justru sebuah tontonan kreatif yang mengingatkan pada Who Framed Roger Rabbit (1988), baik karena pilihan medium maupun elemen misteri dalam alurnya. 

REVIEW - SATRIA DEWA: GATOTKACA

Satria Dewa: Gatotkaca melalui perjalanan panjang nan berliku sebelum sampai di layar lebar. Perubahan tim produksi termasuk perpindahan kursi sutradara dari Charles Gozali ke Hanung Bramantyo, kasus si pemeran utama, hingga kontroversi kredit penata kostum (untungnya sudah terselesaikan). Tapi bakal sangat heroik bila selepas masalah-masalah di atas, filmnya justru melesat dengan kualitas luar

REVIEW - JURASSIC WORLD DOMINION

Kesulitan terbesar membuat installment Jurassic Park adalah adanya  perbandingan dengan film pertama. Jangankan menyamai, sebatas mendekati kualitasnya pun luar biasa sulit, sampai Spielberg sendiri gagal melakukannya di The Lost World: Jurassic Park (1997). Bahkan Jurassic World (2015) selaku sekuel terbaik yang memberi franchise ini nyawa baru saja masih belum mencapai level serupa. Sehingga

REVIEW - THE SADNESS

Diawali permintaan sang produser, Jeffrey Huang, untuk membuat film berlatar pandemi, Rob Jabbaz bak melakukan adaptasi lepas bagi komik Crossed (inspirasi yang sudah ia akui), lalu menambahkan referensi gila sebanyak mungkin. Kepala meledak (Scanners), ciuman mematikan (Braindead), seks zombie (Chillerama), penis yang menusuk mata (A Serbian Film), dan lain-lain. 'The Sadness' is one of the

REVIEW - NGERI-NGERI SEDAP

Saya percaya komedian (yang baik) punya sensitivitas di atas rata-rata. Mereka bisa menangkap nyawa, esensi di balik hal-hal keseharian yang bagi sebagian orang mungkin terkesan remeh, guna mengkreasi materi komedi. Sehingga tidak mengejutkan saat di Hollywood, nama-nama seperti Jim Carrey, Steve Carell, hingga Adam Sandler, jago berakting drama. Fenomena serupa muncul di Indonesia. Bedanya,

REVIEW - HAPPENING

(Tulisan ini mengandung SPOILER)Bahkan setelah mulai menonton, saya masih bertanya-tanya, "Apa yang spesial dari Happening?". Premis tentang gadis remaja yang terancam masa depannya karena hamil lalu menimbang keputusan melakukan aborsi entah sudah berapa kali diangkat di berbagai medium, dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Kenapa adaptasi novel L'événement karya Annie Ernaux ini dapat